I.
PENGENALAN RASIO KEUANGAN BANK.
Rasio bank merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kinerja
usaha bank dalam suatu periode akuntansi, akan tetapi disini rasio yang
digunakan lebih bersifat kompleks daripada rasio-rasio yang digunakan untuk
menilai kinerja perusahaan nonbank pada umumnya. Risiko yang dihadapai bank
jauh lebih besar ketimbang perusahaan nonbank sehingga beberapa rasio
dikhususkan untuk memperhatikan rasio ini.
Sama seperti perusahaan nonbank, untuk mengetahui kondisi keuangan
suatu bank dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank
secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama
periode bersangkutan dimana informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh
pemilik, manajemen, pemerintah, dan masyarakat sebagai nasabah guna mengetahui
kondisi bank pada waktu tertentu yang dibuat sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dalam buku Laporan Keuangan menurut Jumingan
(2006:243) dikatakan bahwa rasio keuangan bank memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Untuk mengetahui
kemampuan kecukupan modal bank dalam mendukung kegiatan bank secara efisien.
b. Untuk mengukur kemampuan
bank dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek.
c. Untuk mengetahui
kemampuan bank dalam menghasilkan profit melalui operasi bank.
d. Untuk mengukur kemampuan
bank dalam menyanggah risiko dari aktivitas operasi.
e. Untuk mengetahui kinerja
manajemen dalam menggunakan semua assets secara efisien.
1.
LEGAL RESERVE REQUIREMENT (LRR).
Reserve requirement (RR)
atau legal reserve requirement (LRR) di Indonesia dikenal dengan
istilah Giro Wajib Minimum (GWM) adalah suatu simpanan minimum yang wajib
diperlihara dalam bentuk giro pada Bank Indonesia bagi semua bank
(Dendawijaya, 2009:115). LRR atau GWM merupakan instrumen Bank Indonesia untuk
membuat kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi, nilati tukar (kurs) dan
jumlah uang yang beredar. Sedangkan bagi perbankan sendiri, selain haru
memenuhi GWM juga harus menyediakan Kas yang berupa uang tunai untuk memenuhi
kebutuhan operasional jika nasabah akan mengambil simapanannya secara tunai.
Dengan demikian selain menjaga GWM, bank juga harus menjaga cash ratio-nya yang
besarnya tergantung perhitungan atau kebutuhan masing-masing bank, saat ini
berkirar antara 0.5% sampai 1,25% dari Dana Pihak Ketiga (DPK)
Saat ini terdapat 3 jenis GWM yang perlu dipenuhi oleh bank yaitu : GWM
Primer dalam bentuk giro pada Bank Indinesia minimal 8% dari Dana Pihak Ketiga
(DPK), GWM Sekunder minimal 4% bisa dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan , GWM LDR. jika Loan to Deposit Rasio (LDR) dibawah 78% atau melebihi
92% (PBI Nomor : 15/15/PBI/2013).
2.
LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR).
Loan to Deposit Ratio atau LDR (Riyadi, 2015:199)
merupakan perbandingan total kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
dihimpun oleh Bank. Rasio ini akan menunjukan tingkat kemampuan Bank dalam
menyalurkan dananya yang berasal dari masyarakat (berupa: Giro, Tabungan,
Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito Berjangka dan Kewajiban Segera Lainnya)
dalam bentuk Kredit. Jika dikembangkan lebih lanjut maka dibandingkannya tidak
hanya terhadap Kredit tetapi ditambah dengan Surat Berharga Yang Diterbitkan
(Obligasi) dan Modal Inti (Riyadi, 2015 :200). Untuk Bank syariah dikenal
dengan Funding to Deposit Ratio (FDR) yaitu perbandingan antara Jumlah
Pembiayaan dibandingkan dengan total DPK yang dapat dhimpun bank syariah. Yang
berlaku saat ini adalah Loan to Funding Ratio (LFR) sama dengan LDR hanya
pembandingnya ditambah dengan Surat berharga yang diterbitkan (Riyadi,
2015:201), Rasio LFR yang diperkenankan Bank Indonesia saat ini adalah >78%
– 92%. Dan jika memenuhi persyaratan yaitu memenuhi rasio kredit usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM), NPL kredit gros dibawah 5% dan rasio NPL UMKM juga
dibawah 5% maka LFR batas atas menjadi 94%. Artinya jika bank memiliki rasio
LFR berkisar diangka tersebut ini dianggap bank-nya sehat dalam mengelola
dananya.
3.
CAPITAL ADEQUACY RATIO
(CAR).
Pemenuhan kebutuhan
Rasio Modal Minimal Bank atau dikenal CAR ditentukan oleh BIS (Bank for
International Setlement) sebesar 8%. Rasio CAR diperoleh dengan menggunakan
rumus : (Modal : ATMR) x 100%. Modal terdiri dari Modal Inti (Tier 1) dan Modal
Pelengkap (Tier 2), dimana besarnya Modal Pelengkap yang diperhitungkan
maksimal 100% dari besarnya ModaL Inti. Jika dimasukan risiko pasar dan risiko
operasional, maka kedua risiko ini akan menambah ATMR.
Awal ketentuan yang
dibuat oleh BIS ini tidak mengikat, tetapi akhirnya hampir seluruh Bank Sentral
di dunia mengadopsi ketentuan BIS, di Indonesia Bank Indonesia menerapkan
ketentuan ini melalui PBI menjadi KPMM (Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum)
sebesar 8%, yang secara bertahap akan disesuaikan dengan kondisi perbankan di
Indonesia dan perbankan Interasional.
4.
PERHITUNGAN LEGAL LENDING LIMIT (LLL)
Perhitungan Legal Lending Limit
(LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset),
Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan
istilah Analisis CAMEL.
1. ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah aspek
permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang
didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut
didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu
perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2. ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
(ASSET )
Aktiva produktif atau Productive
Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang
dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva
produktif yaitu :
a.
Kredit
yang diberikan
b.
Surat
berharga
c.
Penempatan
dana pada bank lain
d.
Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan
Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang
diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan
penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan.
Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat
kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
3. ASPEK KUALITAS MANAJEMEN
(MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank
meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan
mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan.
Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para
karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
4. ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini diguankan untuk
mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur
tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan.
Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan
Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO)
5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah penilaian
terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank
yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka
pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang
layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
1.
Rasio
kewajiabn bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
2.
Rasio
kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan,
deposito dan lain-lain.
Neraca umum penilaian tingkat
kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian
digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut
:
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil
penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
1. Ketentauan pelaksanaan pemberian
kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
2. Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau
sering disebut dengan Legal Lending Limit.
2. Pelanggaran Posisi Devisa Netto.
5. NON PERFORMING LOAN (NPL).
Non Performing Loan (NPL) atau
kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja
fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau
penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang
membutuhkan dana.
Bank Indonesia (BI) melalui
Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL)
adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:
Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit )x 100%
Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50
dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5%
(50 / 1000 = 0.05).
6. NET INTEREST MARGIN (NIM).
Pengertian Net Interest Margin (NIM)
menurut Surat Edaran BankIndonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah
sebagai berikut :
“Net Interest Margin (NIM)
merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva
produktifnya.”
Pengertian Net Interest Margin (NIM)
menurut Selamet Riyadi (2006:21) adalah sebagai berikut :
“Net Interest Margin (NIM)
merupakan perbandingan antara presentase hasil bunga terhadap total asset atau
terhadap total earning assets.”
Pengertian Net Interest Margin (NIM)
menurut Abra Puspa Ghani Talattov dan FX Sugiyanto (2008) adalah sebagai
berikut :
“NIM merupakan selisih bunga
simpanan (dana pihak ketiga) dengan bunga pinjaman.”
Dari penyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian Net Interest Margin (NIM) pada dasarnya adalah
merupakan sebuah rasio keuangan yang merupakan hasil dari perbandingan antara
pendapatan dari bunga terhadap aktiva, yang juga merupakan selisih antara bunga
simpanan dan bunga pinjaman.
II.
TINGKAT
KESEHATAN BANK.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan
baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan
memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat
membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh
pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan
moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara
keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas
asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip
kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi
kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi
berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa
berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan.
1. PENILAIAN KAPITAL.
Kekurangan modal merupakan gejala umum
yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut
dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya
kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian,
pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik
jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank
harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada
saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor
sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut
diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah
tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah
nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut
sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat
ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar
8%.
2. PENILAIAN ASSET.
Dalam kondisi normal
sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat
menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva
tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva
produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing
dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan
modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi
rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian
difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting.
Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah
kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara
implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal
yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja
kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan
berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian
pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
3. PENILAIAN MANAGEMENT.
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan
menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan
suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian
tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen
dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi
terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen
risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber
daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner
manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko
likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan
risiko pemilik dan pengurus.
4. PENILAIAN EARNING.
Salah satu parameter untuk mengukur
tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan.
Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan
operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan
modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan
sehat. Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu
melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba.
5. PENILAIAN LIQUIDITY.
Penilaian terhadap
faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio
Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana
yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah
selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu
yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro,
Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan
Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
6. PENILAIAN SENSITIVITY.
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
1)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
1)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar