Kamis, 18 Mei 2017

PENGENALAN RASIO KEUANGAN BANK & TINGKAT KESEHATAN BANK

I.                   PENGENALAN RASIO KEUANGAN BANK.

Rasio bank merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kinerja usaha bank dalam suatu periode akuntansi, akan tetapi disini rasio yang digunakan lebih bersifat kompleks daripada rasio-rasio yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan nonbank pada umumnya. Risiko yang dihadapai bank jauh lebih besar ketimbang perusahaan nonbank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memperhatikan rasio ini.
Sama seperti perusahaan nonbank, untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode bersangkutan dimana informasi  tersebut sangat dibutuhkan oleh pemilik, manajemen, pemerintah, dan masyarakat sebagai nasabah guna mengetahui kondisi bank pada waktu tertentu yang dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam buku Laporan Keuangan menurut Jumingan (2006:243) dikatakan bahwa rasio keuangan bank memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a.    Untuk mengetahui kemampuan kecukupan modal bank dalam mendukung kegiatan            bank secara efisien.
b.    Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek.
c.    Untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan profit melalui operasi bank.
d.   Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyanggah risiko dari aktivitas operasi.
e.   Untuk mengetahui kinerja manajemen dalam menggunakan semua assets secara efisien.


1.      LEGAL RESERVE REQUIREMENT (LRR).
Reserve requirement (RR) atau legal reserve requirement (LRR) di Indonesia dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM) adalah suatu simpanan minimum yang wajib diperlihara dalam bentuk giro pada Bank Indonesia bagi semua bank  (Dendawijaya, 2009:115). LRR atau GWM merupakan instrumen Bank Indonesia untuk membuat kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi, nilati tukar (kurs) dan jumlah uang yang beredar. Sedangkan bagi perbankan sendiri, selain haru memenuhi GWM juga harus menyediakan Kas yang berupa uang tunai untuk memenuhi kebutuhan operasional jika nasabah akan mengambil simapanannya secara tunai. Dengan demikian selain menjaga GWM, bank juga harus menjaga cash ratio-nya yang besarnya tergantung perhitungan atau kebutuhan masing-masing bank, saat ini berkirar antara 0.5% sampai 1,25% dari Dana Pihak Ketiga (DPK)
Saat ini terdapat 3 jenis GWM yang perlu dipenuhi oleh bank yaitu : GWM Primer dalam bentuk giro pada Bank Indinesia minimal 8% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), GWM Sekunder minimal 4% bisa dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan , GWM LDR. jika Loan to Deposit Rasio (LDR) dibawah 78% atau melebihi 92% (PBI Nomor : 15/15/PBI/2013).

2.      LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR).
Loan to Deposit Ratio atau LDR (Riyadi, 2015:199) merupakan perbandingan total kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh Bank. Rasio ini akan menunjukan tingkat kemampuan Bank dalam menyalurkan dananya yang berasal dari masyarakat (berupa: Giro, Tabungan, Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito Berjangka dan Kewajiban Segera Lainnya) dalam bentuk Kredit. Jika dikembangkan lebih lanjut maka dibandingkannya tidak hanya terhadap Kredit tetapi ditambah dengan Surat Berharga Yang Diterbitkan (Obligasi) dan Modal Inti (Riyadi, 2015 :200).  Untuk Bank syariah dikenal dengan Funding to Deposit Ratio (FDR) yaitu perbandingan antara Jumlah Pembiayaan dibandingkan dengan total DPK yang dapat dhimpun bank syariah. Yang berlaku saat ini adalah Loan to Funding Ratio (LFR) sama dengan LDR hanya pembandingnya ditambah dengan Surat berharga yang diterbitkan (Riyadi, 2015:201), Rasio LFR yang diperkenankan Bank Indonesia saat ini adalah >78% – 92%. Dan jika memenuhi persyaratan yaitu memenuhi rasio kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), NPL kredit gros dibawah 5% dan rasio NPL UMKM juga dibawah 5% maka LFR batas atas menjadi 94%.  Artinya jika bank memiliki rasio LFR berkisar diangka tersebut ini dianggap bank-nya sehat dalam mengelola dananya.

3.      CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR).
Pemenuhan kebutuhan Rasio Modal Minimal Bank atau dikenal CAR ditentukan oleh BIS (Bank for International Setlement) sebesar 8%. Rasio CAR diperoleh dengan menggunakan rumus : (Modal : ATMR) x 100%. Modal terdiri dari Modal Inti (Tier 1) dan Modal Pelengkap (Tier 2), dimana besarnya Modal Pelengkap yang diperhitungkan maksimal 100% dari besarnya ModaL Inti. Jika dimasukan risiko pasar dan risiko operasional, maka kedua risiko ini akan menambah ATMR.
Awal ketentuan yang dibuat oleh BIS ini tidak mengikat, tetapi akhirnya hampir seluruh Bank Sentral di dunia mengadopsi ketentuan BIS, di Indonesia Bank Indonesia menerapkan ketentuan ini melalui PBI menjadi KPMM (Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum) sebesar 8%, yang secara bertahap akan disesuaikan dengan kondisi perbankan di Indonesia dan perbankan Interasional.

4.      PERHITUNGAN LEGAL LENDING LIMIT (LLL)
Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
1.      ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2.      ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
a.       Kredit yang diberikan
b.      Surat berharga
c.       Penempatan dana pada bank lain
d.      Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
3.      ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
4.      ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO)
5.      ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
1.      Rasio kewajiabn bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
2.      Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
Neraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :

1.      Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
2. Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan   Legal Lending Limit.

2.      Pelanggaran Posisi Devisa Netto.


5.      NON PERFORMING LOAN (NPL).
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit )x 100%

Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).

6.      NET INTEREST MARGIN (NIM).
Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Surat Edaran BankIndonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut : 
“Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktifnya.”

Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Selamet Riyadi (2006:21) adalah sebagai berikut : 
“Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara presentase hasil bunga terhadap total asset atau terhadap total earning assets.”

Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Abra Puspa Ghani Talattov dan FX Sugiyanto (2008) adalah sebagai berikut :
“NIM merupakan selisih bunga simpanan (dana pihak ketiga) dengan bunga pinjaman.”

Dari penyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Net Interest Margin (NIM) pada dasarnya adalah merupakan sebuah rasio keuangan yang merupakan hasil dari perbandingan antara pendapatan dari bunga terhadap aktiva, yang juga merupakan selisih antara bunga simpanan dan bunga pinjaman.


II.                TINGKAT KESEHATAN BANK.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.

1.      PENILAIAN KAPITAL.
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah  berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.

2.      PENILAIAN ASSET.
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam  bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.


3.      PENILAIAN MANAGEMENT.
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

4.      PENILAIAN EARNING.
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba.

5.      PENILAIAN LIQUIDITY.

Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.

6.      PENILAIAN SENSITIVITY.

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.


Sumber: