BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, ilmu sosial budaya dasar bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian manusia dalam masyarakat dan agama, sehingga mampu
menghadapi masalah dalam bermasyarakat. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang dibekali akal dan nafsu perlu membekali diri dengan agama
supaya menjadi manusia yang lebih baik bagi sesama manusia berkelompok atau
bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial atau bermasyarakat butuh individu
atau manusia lain karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang
lain .manusia perlu bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu
sama lain dalam kelompok sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidup nya dan untuk berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang
memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur
akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink,
naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa
aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan
(melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda
dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif
atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam
arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila
nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan
mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan
hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Oleh karena itu kami
mengangkat judul makalah agama dan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian agama ?
2. Apa pengertian masyarakat ?
3. Bagaimana hubungan agama dengan masyarakat ?
4. Apa kaitan agama dalam masyarakat ?
5. Bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia ?
6. Apa saja fungsi agama dalam masyarakat ?
7. Bagaimana dimensi komitmen agama ?
8. Apa saja pelembagaan agama di Indonesia ?
9. Bagaimana terjadinya konflik beragama ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian agama
2. Untuk mengetahui apa pengertian masyarakat
3. Mendeskripsikan bagaimana hubungan agama dengan masyarakat
4. Untuk mengetahui apa kaitan agama dalam masyarakat
5. Mendeskripsikan bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia
6. Untuk mengetahui apa saja fungsi agama dalam masyarakat
7. Mendeskripsikan bagaimana dimensi komitmen agama
8. Untuk mengetahui apa saja pelembagaan agama
9. Mendeskripsikan bagaimana terjadinya konflik beragama
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan
tinjauan kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan
dengan masalah yang diteliti karena penyusun tidak melakukan tinjauan secara
langsung terhadap objek pengamatan.
1.5 Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa
dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas masyarakat di
Indonesia agar meningkatkan ketaatannya pada agama.
2. Bagi Dosen
Bisa dijadikan sebagai acuam dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar para peserta didiknya dapat berprestasu lebih baik dimasa yang akan datang.
Bisa dijadikan sebagai acuam dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar para peserta didiknya dapat berprestasu lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian untuk belajar dalam rangka
meningkatkan prestasi diri dan menignkatkan ketaatan terhadap agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agama
Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
serta lingkungannya. Kata agama berasal dari Bahasa sansekerta yang berarti
tradisi, sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang
berasal dari Bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti mengikat kembali. Maksudnya dengan religi seseorang mengikat dirinya
kepada tuhan. Pengertian agama menurut M. Hasbi Alshiddiqy adalah tuntunan yang
melengkapi segala segi dan suatu peruangan untuk memperoleh kekayaan dunia dan
kesentosaan akhirat, pengertian agama menurut Emile Durkheim adalah suatu
sisten yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan
dengan hal yang suci.
2.2
Pengertian Masyarakat
·
Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan
kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri
berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu
kesatuan .
·
Karl Marx, definisi masyarakat ialah keseluruhan hubungan –
hubungan ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang berasal dari
kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni teknik dan karya.
·
Gillin & Gillin, definisi masyarakat adalah kelompok manusia
yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat
oleh kesamaan.
·
Harold j. Laski, definisi masyarakat adalah suatu kelompok
manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya
keinginan-keinginan mereka bersama.
·
Robert Maciver, definisi masyarakat adalah suatu sistim
hubungan-hubungan yang ditertibkan (society means a system of ordered
relations)
·
Selo Soemardjan, definisi masyarakat adalah orang-orang yang
hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
·
Horton & Hunt, definisi masyarakat adalah suatu organisasi
manusai yang saling berhubungan.
·
Mansur Fakih, definisi masyarakat adalah sesuah sistem yang
terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan masing-masing bagian
secara terus menerus mencari keseimbangan (equilibrium) dan harmoni.
·
Emile Durkheim, definisi masyarakat merupakan suau kenyataan
objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
·
Paul b. Horton & c. Hunt, definisi masyarakat merupakan
kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang
cukup lama , tinggal di suatu wilayah tertentu ,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok / kumpulan manusia tersebut .
2.3 Hubungan Agama dengan Masyarakat
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan
adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai
budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan
masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang
merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih
terjaga kelestariannya.
Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat
dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan
perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut
mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang
menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap
terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan
kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya
dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya
mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin
beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita
pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik
seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang
saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan
segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak
kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin
masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya
kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu
menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan
di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar
pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
2.4 Kaitan Agama Dalam Masyarakat
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam
masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan
keseluruhannya secara utuh.
1.
Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota
masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam
masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam
kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya: agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke
dalam sistem masyarakat secara mutlak, nilai agama sering meningkatkan
konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi
fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang
berasal dari keluarga yang belum berkembang.
2.
Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi.
Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada
saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan.
Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain,
agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama
hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah
biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis
dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu
unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang
melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental),
seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena
justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
2.5 Cara Beragama
·
Tradisional , yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini
mengikuti cara beragama nya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari
angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal
keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama bahkan tidak ada
minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
·
Formal , yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku
di lingkungan atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragama
orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh, pada umumnya tidak kuat
dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya. Mudah bertukar agama jika
memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya.
·
Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio
sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agama
dengan pengetahuan, ilmu ,dan pengamalannya.
·
Metode pendahulu, yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal
dan hati (perasaan) di bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha memahami
dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu ,pengamalan dan penyebaran (dakwah).
Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang di anggap ahlinya dalam ilmu
agama yang memegang teguh ajaran asli yang di bawa oleh utusan misalnya Nabi
atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang
teguh) dengan itu semua.
2.6 Fungsi Agama dalam Masyarakat
Agama juga merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki
oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya
itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia
dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Adapun fungsi agama adalah sebagai
berikut :
1. Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
2. Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
3. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
4. Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
5. Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
6. Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
7. Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
8. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
9. Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
2. Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
3. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
4. Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
5. Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
6. Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
7. Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
8. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
9. Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.7 Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk
membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan
Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
·
Islam : MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia
untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan
dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
·
Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) (dulu
disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di
Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk
mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena
itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja
Kristen Yang Esa di Indonesia.”
·
Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI atau Kawali)
adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan
bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin
umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada
di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah.
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di
Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja
melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI
berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan)
ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
·
Hindu : Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah:
Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.
·
Budha : MBI Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat
Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada
hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha
Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika
Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
·
Konghucu : MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu
beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada
sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok
yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah
satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman
dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama
Negara.
2.8 Konflik Yang Ada Dalam Agama
Berbagai konflik
diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
1.
Konflik antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini
didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat
mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani
adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat).
Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya
karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi
sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi
penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat
Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri.
Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka
Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah
karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan
orang Israel terhadap ajaran Yesus.
2.
Konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh
kepercayaan bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena
mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa
(Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka
Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja,
namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang
bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas
Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul ketika Agama Kristen
dan Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika
itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari
Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu
sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci Jerusalem yang akhirnya
dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam kemudian berhasil merebut
Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada saat itu.
3.
Konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan
kita. Konflik ini berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang
dijanjikan Allah kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel,
termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi
melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya
diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang
lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di
daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai
mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah sebenarnya yang menjadi
akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik
ini semakin panas ketika unsure politis mulai masuk.
2.9 Faktor Konflik Agama
Terjadinya konflik
tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama
ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya
amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama
tertentu.
2.
Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan
yang lainnya ataupun sesame pemeluk agama.
3.
Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang
komunikasi antar pemeluk agama.
2.10 Upaya Antisipasi Konflik Agama
Upaya yang perlu
ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara lain :
1.
Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan
terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat
beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta
menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
2.
Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang
sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat
tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak
mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi
tertentu.
3.
Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga
harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
atau membaur atau dibaurkan.
4.
Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus
dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
dibuat seminim mungkin.
5.
Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin,
dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
6.
Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity)
misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari
pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
BAB III
PENUTUP
§
Kesimpulan
1.
Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
serta lingkungannya.
2.
Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan
kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri
berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu
kesatuan .
3.
Agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan
utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan
kebudayaannya.
4.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam
masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, yaitu masyarakat yang terbelakang dan
nilai-nilai sacral, masyarakat-masyarakat perindustrian yang sedang berkembang.
5.
Cara beragama masyarakat Indonesia adalah tradisional, formal,
rasional, metode pendahuluan.
6.
Fungsi agama dalam masyarakat adalah sebagai pengukuhan
nilai-nilai, penentu, sosialisasi individu, pendidikan, penyelamat, perdamaian,
kontrol sosial, pemupuk rasa solidaritas, pembaharuan, kreatif, sublimatif.
7.
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada
komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa
keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
8.
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk
membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan
Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya adalah MUI, PGI, KWI, Parisada, MBI,
Matakin.
9.
Konflik yang terjadi antara umat beragama diantaranya konflik
antar yahudi dan nasrani, konflik islam dan Kristen, konflik yahudi dan islam.
10. Faktor konflik umat
beragama adalah tida mengamalkan pancasila, kurang menghormati antar umat
beragama, adanya kesalahpahaman anatar umat beragama.
11. Upaya antisipasi
konflik agama adalah saling mentautkan hati, tidak adanya pengelompokan etnis,
berbaur.
0 komentar:
Posting Komentar